Jujutsu (bahasa Jepang: 柔術, jūjutsu; juga jujitsu, ju jutsu, ju jitsu, atau jiu jitsu) adalah nama dari beberapa macam aliran beladiri dari Jepang. Tidaklah betul jika dikatakan bahwa Ju-Jitsu mengacu pada satu macam beladiri saja.
Jujutsu pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan diri yang
bersifat defensif dan memanfaatkan "Yawara-gi" atau teknik-teknik yang
bersifat fleksibel, dimana serangan dari lawan tidak dihadapi dengan
kekuatan, melainkan dengan cara "menipu" lawan agar daya serangan
tersebut dapat digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Dari seni
beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa seni beladiri lainnya yang
mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga berasal dari Jepang.
Jujutsu terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis
besarnya terbagi atas dua "gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan
dari kedua macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun
jurus-jurus Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan
diri di zaman modern, sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya
mencerminkan situasi pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang
bersangkutan diciptakan. Sebagai contoh, Jujutsu yang diciptakan di
zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa
berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan perang dengan memakai
baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang diciptakan di zaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza
(menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori
(mengunci persendian lawan) dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap
aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk melakukan teknik-teknik
tersebut di atas. Teknik-teknik tersebut lahir dari metode pembelaan
diri kaum Samurai
(prajurit perang zaman dahulu) di saat mereka kehilangan pedangnya,
atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena tidak ingin
melukai atau membunuh lawan).
Aliran Jujutsu yang tertua di Jepang adalah Takenouchi-ryu yang didirikan tahun 1532 oleh Pangeran Takenouchi Hisamori. Aliran-aliran lain yang terkenal antara lain adalah Shindo Yoshin-ryu yang didirikan oleh Matsuoka Katsunosuke pada tahun 1864, Daito-ryu yang didirikan oleh Takeda Sokaku pada tahun 1892, Hakko-ryu yang didirikan Okuyama Ryuho pada tahun 1942, dan banyak aliran lainnya.
Jujutsu Tradisional dan Non-Tradisional
Di Indonesia, ada beberapa perguruan Jujutsu/Ju-Jitsu yang cukup
populer. Di berbagai kota besar dapat dijumpai perguruan-perguruan
Jujutsu/Ju-Jitsu, antara lain PORBIKAWA (Persatuan Olahraga Beladiri
Ishikawa) yang didirikan oleh Murid Tunggal Master Yoshen Ishikawa yaitu
Bp. Tan Sing Tjay (Soetikno)pada tahun 1949 dengan nama :Ishikawa Jiu
Jitsu Club. Perguruan Jiujitsu Club Indonesia (JCI) yang didirikan oleh
Bp. Ferry Sonneville pada tahun 1953, perguruan Institut Ju-Jitsu
Indonesia (IJI) dengan pendiri-pendirinya: Drs. Firman Sitompul (DAN X)
dan Prof Irjen Pol Drs. DPM. Sitompul, SH., MH (DAN X) pada tahun 1982,
perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia
(GBI) yang didirikan oleh Bp. Ir. C.A. Taman M.Eng, Nanadan
Renshi-Shihan dan Bp. Ben Haryo S.Psi, M.Si, Godan-Shihan pada tahun
1990-an, perguruan Take Sogo Budo yang didirikan oleh Bp. Hero Pranoto
pada tahun 1995, dan perguruan Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI) yang
didirikan oleh Bp. Budi Martadi atau Efer martadi pada tahun 2000.
Perguruan PORBIKAWA, JCI, IJI dan Take Sogo Budo telah
mengembangkan berbagai teknik beladiri baru yang disesuaikan dengan
bangsa Indonesia, misalnya dengan mengkombinasikan teknik-teknik dari
beladiri lain kedalam silabusnya dan menciptakan teknik-teknik baru yang
lebih sesuai dengan situasi pembelaan diri di Indonesia. Sehingga
disebut sebagai perguruan yang independen dan tidak terikat dengan tradisi dari negara asal Jujutsu (Jepang).
Pendekatan yang berbeda diambil oleh Perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) berafiliasi dengan JKF-Wadokai (beraliran Wado) dan Sekai Dentokan Renmei (beraliran Hakko-ryu) sedangkan Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI) berafiliasi dengan Ninpo Bujinkan Indonesia . Kedua perguruan di atas beraliran Jujutsu tradisional/murni, karena gerakannya didasarkan pada teknik-teknik Jujutsu Jepang sesuai aslinya,
tanpa perubahan atau inovasi lokal dari anggota-anggota yang ada di
Indonesia. Di perguruan GBI misalnya, diajarkan waza (teknik) yang
berasal dari Hakko-ryu Jujutsu, Wado-ryu dan Yoshin-ryu Jujutsu,
Sedangkan di perguruan SJJI, diajarkan teknik dari Hontai Takagi
Yoshin-ryu Jujutsu, Asayama Ichiden-ryu Jujutsu dan beberapa aliran
lainnya. Karena itu kedua perguruan ini disebut sebagai Jujutsu tradisional atau "ortodoks".
Ciri khas Jujutsu tradisional antara lain adalah tidak memiliki
format pertandingan/kompetisi, serta masih menjalin hubungan dengan
hombu dojo (dojo induk) yang ada di negara asal Jujutsu, yaitu Jepang.
Sedangkan Jujutsu modern (seperti Gracie Jiu-Jitsu dari Brasil)
biasanya menekankan pada pertandingan/kompetisi dan sudah tidak
memiliki hubungan keorganisasian dengan negara asalnya (Jepang).
Beberapa orang ahli Jujutsu di luar Jepang ada yang mengembangkan
aliran seni beladirinya sendiri, yang kemudian diberi nama Jujutsu untuk
menjelaskan bahwa walaupun aliran tersebut diciptakan diluar Jepang,
namun awalnya berasal dari beladiri Jepang. Beladiri Ketsugo Ju-Jitsu ( Jujutsu) misalnya, diciptakan sendiri oleh Prof. Harold Brosious dari USA setelah mempelajari Jujutsu Jepang dan melakukan berbagai pengembangan. Demikian juga dengan Small Circle Ju-Jitsu yang diciptakan oleh Prof. Wally Jay.
Perguruan Jujutsu di Indonesia
Ada banyak organisasi Jiu-Jitsu (Jujutsu) di Indonesia, dimana yang tertua adalah Jiujitsu Club Indonesia (JCI) yang didirikan oleh alm. Bp. Ferry Soneville pada tahun 1950. Bp. Soneville juga dibantu oleh Bp. M.A. Affendi
dan beberapa ahli beladiri lainnya saat merintis perguruan beliau.
Perguruan ini sampai sekarang (2007) masih aktif dibawah pimpinan Bp. Prayitno, seorang pebeladiri senior yang sempat tinggal lama di Australia dan belajar dibawah bimbingan Mr. Jan de Jong, seorang murid langsung dari grandmaster Minoru Mochizuki.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu pada masa penjajahanxcb Belanda, tepatnya tahun 1920an, di Jawa Tengah ada tercatat perguruan Tsutsumi Hozan-ryu Jujutsu yang diasuh oleh keluarga Saito (Mr. Jan de Jong tercatat sebagai anggota perguruan ini), dan perguruan Jujutsu jalan Kranggan Surabaya yang diasuh oleh Mr. Isuki Watanabe.
Namun kedua perguruan ini tidak aktif lagi semenjak perang dunia ke II,
walaupun masih ada murid-murid perguruan tersebut yang tetap setia
mengajarkan Jujutsu diluar Indonesia.
Selepas perang dunia ke II, beberapa tokoh Judo yang juga menguasai
Jujutsu mengajarkan beladiri Jujutsu sebagai bagian dari teknik
self-defense yang diajarkan kepada murid-murid Judo. Di antara guru-guru
tersebut adalah Mr. Seichi Makino dan Mr. Dick Schilder, keduanya mengajarkan Jujutsu di Pulau Jawa.
Perguruan Jujutsu era-70 sampai sekarang
Pada era 1970an, beberapa orang pemuda Indonesia yang dulu berlatih
di luar negeri dan kembali ke Indonesia turut meramaikan khasanah
kekayaan seni beladiri Jujutsu di Indonesia, antara lain adalah Bapak C.A. Taman yang kemudian mendirikan perguruan Wadokai pada tahun 1972 dan turut membidani kelahiran perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) pada tahun 1997. C.A. Taman adalah satu-satunya putra bangsa Indonesia yang sempat berlatih langsung dengan grandmaster Hironori Otsuka, sang pewaris ke 4 dari aliran Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dan pendiri aliran Wado-ryu Karate. Ben Haryo,
yang sekarang menjadi instruktur kepala (wakil guru besar) untuk GBI,
adalah murid langsung beliau. Selain Ben Haryo, orang lain yang berjasa
kepada perkembangan GBI adalah Saleh Jusuf, seorang ahli beladiri yang lama tinggal di Negeri Belanda, dan semasa tinggal disana sempat mempelajari Judo dari Mr. Willem Ruska (juara Olympiade), Jujutsu dari Mr. John Phillips dan Sambo (gulat Rusia) dari Mr. Chris Doelman.
GBI di Indonesia dikenal sebagai organisasi "kosmopolitan" karena
sering menerima murid dari kalangan orang asing, dan berafiliasi dengan
banyak guru besar Jujutsu yang berada di luar negeri. Nama-nama seperti Prof. George Kirby (American Jujutsu Association, USA), Prof. Harold Brosious (Ketsugo Jujutsu USA) dan Col. Roy Hobbs (Sekai Dentokan Renmei) masih tercatat sebagai anggota dewan penasehat GBI. Aliran Dentokan Aiki Jujutsu
yang diajarkan oleh Col. Roy Hobbs, disebarkan di Indonesia oleh Bp.
Ben Haryo, dan diajarkan sebagai salah satu aliran Jujutsu yang berada
dalam ruang lingkup GBI Club. Pada bulan Maret 2009, Col. Roy Hobbs
mengutus Mr. Andy Roosen (DAN-5) untuk mengunjungi markas GBI di
Jakarta dan melakukan seminar kecil untuk beladiri praktis (Goshin Jutsu
dan Aiki Jujutsu), latihan gabungan, penyeragaman teknik dan
perbandingan hasil riset, sekaligus merayakan ulang tahun GBI dan
meresmikan GBI sebagai Dentokan Indonesia, dibawah pimpinan Ben Haryo
sebagai pelatih resmi pertama di Indonesia, dan tercatat dalam sejarah
sebagai murid pertama Col. Roy Hobbs di Asia Tenggara. Col. Hobbs
sendiri mempelajari seni beladiri Aiki Jujutsu tersebut dari guru besar Okuyama Ryuho (dari aliran Hakko-ryu) dan Irie Yasuhiro (dari aliran Kokodo-ryu) di Jepang pada tahun 1980an-1990an sampai dinobatkan sebagai Shihan (Master Instructor) oleh guru besar Ryuho Okuyama dan Menkyo Kaiden (sudah menamatkan seluruh pelajaran dalam perguruan) oleh Irie Yasuhiro.
PORBIKAWA-KARATEDO INDONESIA Selain nama-nama di atas, tidak dapat dilupakan keberadaan perguruan PORBIKAWA (Persatuan Olah Raga Beladiri Ishikawa) yang didirikan oleh murid langsung dari Master Yoshen Ishikawa, yaitu Bp.
Tan Sing Tjay (Soetikno) pada tahun 1949 dengan nama perguruannya : "
Ishikawa Jiu jitsu Club " di Surabaya. Selain Soetikno belajar ilmu
tsb.di atas, memang sejak masa kanak-kanaknya telah menggemari ilmu
silat ( Kun Tao ) sejak usianya baru 10 tahun, ia telah pula ikut-ikut
belajar ilmu silat Kun Tao tsb dari 2 orang guru Kun Tao-nya dari
aliran-aliran yang berbeda.
Menurut Soetikno, Ilmu Silat atau Ilmu beladiri tidaklah sempurna
apabila orang hanya mampu membela diri dengan salah satu jenis aliran
saja, oleh karena dalam suatu perkelahian tidak bakal hanya terjadi
pukul-memukul atau bergumul belaka, melainkan akan terjadi segala bentuk
gerakan tehnik perlawanannya, apakah itu pukulan, tendangan maupun
pergumulan dsb.
Sejak berkembang pesatnya di tahun 1963, maka club tersebut diubah
namanya untuk menyesuaikan dengan isinya yang ada saat itu, maka
dinamailah PORBIKAWA dari singkatan:Persatuan Olah Raga Beladiri
Ishikawa, adalah pencantuman nama gurunya dengan mengingat jasa-jasanya
yang pernah menganjurkan agar Soetikno belajar tehnik beladiri yang lain
selain Jiu Jitsu, agar Soetikno lebih mendapat pandangan luas dalam
bidang seni beladiri, karena ilmu yang manapun saja pasti akan terus
berkembang tanpa hentinya seirama dengan kemajuan zaman.
Pada tahun 1972, PORBIKAWA mendapat undangan dari konggres PORKI
(Belum FORKI) di Jakarta dan telah hadir 24 Aliran seni beladiri Karate
se-Indonesia. Kongres itu telah berhasil membentuk suatu wadah besar
Bernama Federasi OlahRaga Karate-Do Indonesia (FORKI)dan menampung
seluruh aspirasi aliran dan PORBIKAWA berubah menjadi PORBIKAWA
KARATE-DO INDONESIA hingga sekarang ini. Perguruan ini sampai sekarang
masih eksis, dan berpusat di Surabaya.
Perguruan Jujutsu lainnya yang masih eksis di Indonesia adalah Take Sogo Budo yang dipimpin Hero Pranoto, dan KYUURAI yang dipimpin oleh Sensei Darmawan.Perguruan Kyuurai Jujitsu dirintis pertama kali di Gelanggang Generasi Muda Bandung tahun 2000. Berkembang di Universitas Katolik Parahyangan Bandung yang dirintis oleh Renshi Ichi-Dan Yosafat Tunjung, Bulungan, Jakarta Selatan, dirintis oleh Sempai Tagor Ricardo, Sempai Beverly Charles, dan Sempai Ira Hutabarat ,dikembangkan di Batamindo-Batam Kep.Riau dirintis oleh Dr. John Sulistiawan, bersama dengan Renshi Ichi-Dan Khufran Hakim Noor dan Rizka Billitania.Aliran
Kyuurai menitik beratkan pada pemahaman dan filosofi gerak koshi no
mawari yang langka.Dan sistem pengobatan yang berdasarkan pada Kokyu-ho dan pengaturan pola makanan dengan buah-buahan dan sayuran.
Selain itu tidak boleh dilupakan bahwa aliran Kushin Ryu Jujutsu yang diajarkan oleh Mahaguru Horyu Matsuzaki juga diajarkan sebagai bagian dari silabus perguruan Kushin Ryu M Karatedo Indonesia, oleh murid-murid beliau yang berkebangsaan Indonesia, yaitu (alm) Bp. Buchori dan Bp. H. Sofyan Hambally dari Dojo Kopo Bandung.
Sepeninggalnya Bp. Buchori, praktis tongkat pengembangan Kushin Ryu
dilakukan oleh Shihan Sofyan Hambally. Saat ini, mantan Ketua Dewan Guru
PP-KKI itu mengembangkan dan memfokuskan pelatihan jujitsu melalui
wadah komunitas KUSHIN RYU JUJITSU INDONESIA (KJI)" bersama Sensei Arman Hidayat, Ketua Dewan Guru KKI Jawa Barat.
Dari tinjauan di atas dapat kita lihat bahwa di Indonesia ada cukup
banyak perguruan seni beladiri Jujutsu dengan berbagai alirannya.
Seni beladiri Jujutsu di Indonesia belum mencapai kemajuan yang pesat
dan mencapai popularitas seperti dialami oleh beladiri lainnya, karena di Indonesia belum ada wadah yang dapat menjadi ajang silaturahmi dan kerjasama semua perguruan Jujutsu yang ada,
tidak seperti Pencak Silat yang dapat bersatu lewat IPSI nya dan
Karatedo yang dapat bersatu lewat FORKI. Jika perguruan-perguruan
Jujutsu yang berbeda-beda aliran di Indonesia dapat mencapai kata
sepakat untuk membentuk suatu wadah persatuan dan kerjasama, dimana
semua perguruan bisa duduk sebagai mitra yang sejajar dan saling
menghormati, maka perkembangan beladiri Jujutsu di Indonesia tentu tidak
akan kalah kemajuannya dengan olahraga beladiri Jepang lainnya.
Salah satu perguruan Jujutsu di Indonesia yang cukup sukses dan berhasil memiliki anggota dalam jumlah besar adalah dari aliran Kyushin Ryu.
Jiu-Jitsu aliran "Kyushin Ryu" yang kabarnya masuk ke Indonesia pada
masa pergolakan Perang Dunia II (1942) di bawa oleh seorang tentara
Jepang yang bernama Ishikawa. Karena itu Jiu-jitsu Indonesia (skrg. IJI-Institut Jiu-Jitsu Indonesia) dikenal dengan aliran I Kyushin Ryu.
Ishikawa kemudian mewariskan ilmunya kepada R. Sutopo (seorang ahli
Silat dari BANTAR ANGIN Ponorogo) yang kemudian diturunkan kepada kelima
muridnya yaitu Drs. Firman Sitompul(Dan X),Prof. Irjen(Pol)Drs. DPM
Sitompul, SH, MH(Dan X), Drs. Heru Nurcahyo (Dan VIII), Drs. Bambang
Supriyanto (Dan VI), dan Drs. Heru Winoto (Dan V). Kelima murid inilah
yang menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya Jiu-Jitsu aliran IJI
di Indonesia. Salah satu penerusnya adalah Drg. Poul DH Sitompul, M.M
(Dan IV) yang langsung belajar dari kedua pamannya (Drs. Firman
Sitompul, Dan X dan Prof. Irjen. Drs DPM Sitompul, SH., MH., Dan
X)Perguruan IJI hanya mengajarkan aliran Ju-Jitsu hasil karya Raden
Sutopo dan tidak mengajarkan aliran Ju-Jitsu lainnya. Sedangkan ilmu
warisan dari Master Ishikawa yang sesuai bentuk aslinya diajarkan di
perguruan PORBIKAWA yang sekarang masih eksis di Surabaya.
Untuk mengembangkan Jiu-Jitsu hasil karya Bp. Sutopo ini ke seluruh
Indonesia maka kemudian pusat pengembangan Ju-Jitsu dipindahkan ke
Jakarta. Di sinilah dibentuk suatu organisasi resmi dan berbadan hukum
yang bernama " Institut Jiu-Jitsu Indonesia " disingkat " IJI ", tepatnya tanggal 8 Desember 1981.
Pada tahun itu juga saat diadakan demonstrasi bela diri Jiu-Jitsu
aliran IJI di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Jiu-Jitsu
Indonesia aliran IJI berhasil mendapatkan surat penghargaan dari staf
Kedutaan Besar Jepang, Mr. Keiji Iwasaki & Mr. Yuji Hamada.
Hingga saat ini Jiu-Jitsu aliran IJI telah masuk di POLRI dan juga di
berbagai kesatuan militer seperti KOPASSUS, KOSTRAD, PASPAMPRES,
MARINIR dll. Jiu-Jitsu juga dikembangkan di sekolah-sekolah,
instansi-instansi pemerintah maupun swasta dan juga di perguruan tinggi.
Menurut para praktisi Jiu-Jitsu aliran IJI ini, Secarah harfiah kata Jiu atau Ju di dalam IJI berarti lentur atau fleksibel dan kata Jitsu atau Jutsu
berarti teknik atau cara/metode. Maka Ju-Jitsu berarti bela diri yang
fleksibel. Jiu-Jitsu IJI karena merupakan kombinasi bermacam-macam
teknik dari berbagai sumber, maka ajarannya pun beragam; ada teknik
keras ada juga teknik lembut/halus, ada teknik menyerang ada teknik
bertahan, ada teknik menggunakan kekuatan fisik ada pula dengan tenaga
dalam dan pernafasan, serta banyak teknik tangan kosong dan teknik
menggunakan senjata. Apalagi para anggota IJI jika sudah mencapai sabuk
hitam maka dianjurkan untuk meriset/mengembangkan sendiri teknik-teknik
dasar IJI, termasuk juga dapat mengambil teknik dari beladiri lain,
sehingga memperkaya perbendaharaan teknik di IJI.
Intinya Jiu-Jitsu versi IJI menghalalkan segala cara agar dapat
menguasai lawan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Jiu-Jitsu versi IJI
adalah teknik bertarung bebas, jadi bukanlah sport. Akan tetapi dalam
masa modern ini Jiu-Jitsu IJI juga mulai marak menggiatkan Sport
Jiu-Jitsu sehingga muncul banyak sekali even-even pertandingan Ju-Jitsu
IJI yang berskala Nasional. Oleh karena itu, IJI adalah pelopor
pertandingan Sport Ju-Jitsu di Indonesia, yaitu pertandingan internal
IJI sendiri (tidak diikuti oleh perguruan lain) dengan peraturan yang
hanya berlaku untuk anggota IJI.
Adalah lazim bagi perguruan-perguruan Jujutsu yang independen
untuk membuat peraturan pertandingan sendiri, karena belum ada badan
dunia yang secara aklamasi dipilih oleh semua perguruan Jujutsu untuk
mensyahkan peraturan yang disepakati bersama. Bahkan di negara-negara
besar di dunia Internasional menggunakan standar nasionalnya
masing-masing, misalnya di Amerika antara lain menggunakan standar
American Jujutsu Association [www.americanjujitsuassociation.org] sedangkan di Eropa antara lain menggunakan standard European Budo Council . Namun sejak tahun 1998 sudah mulai ada kemajuan yang signifikan dengan berdirinya Ju-Jitsu International Federation (JJIF).
Ju-Jitsu International Federation (JJIF)
Sejak tahun 1980an sudah ada wacana untuk menjadikan Jujutsu/Ju-Jitsu sebagai sebuah cabang olahraga Olympiade. Oleh karena itu, pada tahun 1998, atas prakarsa persatuan-persatuan di Eropa berdirilah Ju-Jitsu International Federation (JJIF)
sebagai badan dunia yang mengatur dan meregulasi cabang olahraga Sport
Ju-Jitsu. Perlu dicatat bahwa JJIF hanya berwewenang atas pertandingan
Sport Ju-Jitsu saja dan tidak punya wewenang atas seni beladiri Jujutsu
secara keseluruhan.
JJIF adalah anggota dari International World Games Association (IWGA) dan General Association of International Sport Federations
(GAISF), serta sedang memperjuangkan agar Sport Ju-Jitsu versi JJIF ini
dapat menjadi cabang olahraga Olympiade. JJIF didukung terutama di
Eropa oleh negara-negara besar seperti Denmark, Sweden dan Jerman, sedangkan di Asia didukung terutama oleh Korea Selatan dan Pakistan.
Pada tahun 2009, Sport Ju-Jitsu akan menjadi salah satu cabang olahraga
yang dipertandingkan di 1st Asian Martial Arts Games yang telah
dilangsungkan pada tanggal 25 April sampai 5 Mei 2009 di Bangkok, Thailand, serta menjadi cabang eksibisi pada Asian Indoor Games yang dilangsungkan bulan November 2009.
0 komentar:
Posting Komentar